Oleh: Suroto*
Kewirausahaan sosial (social entreprenuership) saat ini telah menyeruak, menjadi fenomena baru.
Terutama setelah Mohamad Yunus berhasil membangun Grameen Bank dan menerima Nobel Perdamaian.
Semua perusahaan ingin disebut sebagai perusahaan sosial dan pengusaha ingin disebut sebagai wirausaha sosial.
Mantra triple P : profit, planet, dan people menjadi slogan banyak perusahaan.
Bahkan bagi perusahaan yang nyata hanya mengejar profit sekalipun, agar citra perusahaan meninggi dan dapat mengeruk keuntungan lebih banyak.
Ingat iklan perusahaan air kemasan? Iklan itu gambarkan bagaimana perusahaan air kemasan yang sedot air hingga masyarakat kesulitan mendapatkan air tapi beriklan seakan sedang membantu rakyat kecil di daerah yang kesulitan air?
Itulah ironi sejatinya, perusahaan itu seperti musang berbulu domba. Citra perusahaan bagi mereka dapat dikomodifikasi jadi kekayaan tak berwujud (intangible) perusahaan, meningkatkan valuasi saham perusahaan.
Perusahaan pengeksploitasi sumber air rakyat itu menjadi sok sosial seperti malaekat penolong kesulitan kehidupan rakyat.
Baca Juga: Dari Grebeg hingga Pajang Jimat, Ini Berbagai Bentuk Perayaan Maulid Nabi di Indonesia
Artikel Terkait
Bantuan Subsidi Upah atau BSU 2021 Tahap 4 dan 5: Perusahaan Tunggak Iuran BPJS Ketenagakerjaan 3 Bulan?
Lowongan Kerja PTPN Group: Daftar 12 Perusahaan & Link Rekrutmen
Facebook Ganti Nama Perusahaan jadi Meta, Mengapa?